Saturday, November 20, 2010

Tuhan Memberi Luka

        

          Luka itu sebenarnya tidak terlalu besar.

Namun karena letaknya tepat di perut ibu jari tangan kanan, luka itu menjadikan semua gerak aktivitas [: memegang, menulis, menyentuh,...] cukup terganggu.

Dan karena luka itu memang hanya sebuah luka kecil, maka luka itu teremehkan dengan tidak terobati - yang kemudian menyebabkan luka itu melebar hingga tak kunjung sembuh. Semua gerak aktivitas yang tadinya hanya cukup terganggu menjadi sungguh terganggu.

        Hingga tiba saat sebuah gerak aktivitas membuat luka itu semakin menganga dan terasa perih:
... menumpahkan air mata.

        Saat air mata itu menetes pelan, ada sebuah bisikan yang menyentuh lembut di benak: betapa luka sekecil itu mampu membuat 'gangguan' sedemikian 'hebat'.

[Lantas teringatlah kisah Bambang Ekalaya:
yang rela memotong ibu jarinya demi baktinya pada Begawan Drona]

: Ternyata sebuah ibu jari yang mungil ini sungguh memiliki fungsi yang luar biasa. Tanpa dia, empat jari lainnya tak memiliki kuasa.

Maka muncullah luka baru yang lebih perih dan membuat air mata ini semakin tertumpah ruah.

Tuhan telah menunjukkan kasih sayangNya dengan 'sentuhan' lembut yang membuat si-lemah ini menyadari, bahwa terlahir dalam kesempurnaan sungguh merupakan nikmat yang sangat besar.

Luka kecil itu telah 'menampar'; sebab luka kecil itu telah membuat hati mengeluh, - sementara syukur atas telah lahir dalam kesempurnaan, selama ini belum satu kalipun terucapkan.



::||::
[Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?]


Saturday, November 13, 2010

Aku Mencintai Seseorang ...

Ketika dia tiba-tiba duduk di sampingku - menyapaku seperti biasa dengan sesungging senyum yang melekat di wajah tirusnya - untuk lantas kemudian diam terpaku; aku merasa ada sesuatu dalam dirinya yang tidak biasa.

Kemudian, dalam diamnya yang tanpa kata - nafas panjangnya yang terhela - dan sorot matanya yang menghampa; aku memberanikan diri untuk bertanya.

         Bercerita dia:

        Aku mengenal seorang gadis dua tahun yang lalu: Ni Luh Savitri namanya - sahabat adikku.
        Setahun yang lalu, dia lulus SMA dan memutuskan untuk kuliah di Surabaya. Sebagai satu-satunya orang yang dia kenal di Surabaya, aku tertuntut untuk selalu ada untuk dia: dalam segala hal!

        Singkat cerita, di kurun waktu satu tahun itu aku jatuh cinta: karena ternyata, dia adalah wanita yang sangat indah. Keindahan yang dimilikinya tak akan tertandingi oleh siapapun dan apapun. Sebab dia cantik! Sungguh teramat cantik!

         Dan semalam aku memberanikan diri untuk mengutarakan perasaanku padanya. Perasaan yang tidak mungkin lagi aku pendam, sebab semakin aku mencoba memendam rasa itu, semakin rasa itu tumbuh memabukkan.

         Tapi dia hanya menganggap aku sebagai seorang kakak, tak lebih. Dia menolak cinta yang aku tawarkan, sementara aku sudah terlanjur berharap banyak padanya.

         Aku mendengarkan cerita itu dan menanggapi dengan senyum.
[: bermaksud menghibur dan menyampaikan pesan dari senyuman itu bahwa semua akan baik-baik saja].

Kemudian tiba-tiba melintas bayangan seorang teman. Made Ayu Sartika. Gadis Bali tercantik dan terlembut yang selama ini aku kenal. Aku menunjuk Made dan menyarankan dia melupakan Ni Luh dan mendekati Made. Yakinku di hati saat itu: kecantikan dan kelembutan Made akan bisa cepat membuatnya melupakan Ni Luh dan beralih mencintai Made.

         Senyumnya mengembang.

Dia memandang ke arah Made sesuai arah yang aku tunjuk. Menatap gadis itu lekat-lekat. Mengarahkan padangannya ke arahku seraya menggelengkan kepalanya pelan untuk kemudian berkata:
"Aku mencintai seseorang bukan karena dia cantik. Tapi dia cantik karena aku mencintainya"

          Aku terkesima.



[Bahwa semua kata - huruf per huruf - 
yang terucap dari bibirnya sejak dia bercerita,
sungguh sangat menggetarkan 
sebab sarat oleh cinta.
: membuat hati ingin mengetahui,
seperti apakah gerangan
'kecantikan' seorang Ni Luh Savitri]



:|::|:
[Bli Gus, kalimat sakti itu top banget]
thumbs up

Wednesday, November 10, 2010

Perempuan di Mata (sparo) Dunia

Smua perbuatan yang dianggep masyarakat mrupakan perbuatan yang salah n kbetulan melibatkan laki-laki dan perempuan, pasti akan menjadi kesalahan si perempuan.

Skali lagi [with Bold, Italic, & Underline]: pasti akan menjadi kesalahan si perempuan.


[PARA PEREMPUAN PUN PROTES.
HAH??!!
GA BISA GITU DONG!!!]
 angry

Ok. Kita simak aja dua ilustrasi brikut.

Ilustrasi 1:
Seorang istri yang ninggalin anak dan swaminya demi laki-laki lain VS seorang laki-laki yang ninggalin anak dan istrinya demi perempuan lain. 

KOMENTAR DUNIA:
Kalo istri yang melakukan:
Idih!!! istri macem apa ih tega ninggalin suami ma anak demi laki-laki lain??

Tapi kalo suami yang melakukan:
Waahh, tu pasti istrinya bukan istri yang baek deh sampe swaminya pergi ma perempuan laen...

Ilustrasi 2:
Seorang gadis hamil di luar nikah VS seorang pemuda menghamili gadis di luar nikah

KOMENTAR DUNIA:
Kalo seorang gadis yang mengalami:
Wekk!!! Jadi cewek kok ga bisa jaga diri!!!!

Tapi kalo seorang pemuda yang mengalami:
Yaaa,... namanya juga cowok. Kalo ceweknya kagak mau ga bakal kejadian kan?

Ada kesan 'ketidakadilan' yang tertangkap pada ilustrasi di atas bukan?

Tapi tolong lihat makna di balik 'ketidakadilan' itu:
Betapa perempuan 'dianggap' lebih bermartabat dibandingkan laki-laki sehingga 'dianggap' tidak pantas melakukan perbuatan tercela.

Bunda pernah bilang:
"Saat laki-laki berbuat kesalahan, dunia masih bisa tertawa. Tetapi jika perempuan yang berbuat kesalahan, maka dunia akan menangis"


>|||<

[kinget komentar seorang 'temen':
Iyee bener! cowok tu emang BUAYA, tapi cewek tu ULAR!]
laughing

Wednesday, November 3, 2010

Terlanda Rindu


Ternyata rasa itu belum terpangkas tuntas.
Sebab ketika bayanganmu hadir tak terencana,... aku merasa biru. Mungkin memang akar rasa itu sudah teramat kuat. Sekian waktu yang terasah membuat pangkasan yang terupaya tak terlalu membuahkan maksud.
          
Dan ketika malam itu aku kembali merasakan indah cintamu yang selama ini senyap, - dari peluk yang engkau rengkuhkan, senyum yang engkau berikan, dan tatapan mata yang sarat luapan cinta,  
: sungguh,... aku harus mengakui bahwa aku rindu; teramat sangat.

Aku tak menemukan jawaban ketika berulang kali aku bertanya, mengapa?
Mungkinkah karena dia yang begitu mengingatkan?
[ah, Cinta,... sungguh ada kamu dalam dia]
          
             Entah!!!

Aku hanya berharap satu.
Bila memang hanya sebatas ini yang termiliki, biarlah tetap ini yang termiliki. Hingga tiba saat upaya itu membuahkan yang termaksud dalam hati.

[tahukah kau Cinta, terkadang aku merasa bahwa diapun memiliki rasa. Ketika segenap perhatian dan pengertian yang terlimpah tersirat tulus, ketika tatapan matanya yang lembut menikam tajam, sebentuk tanya kerap menghujam: Adakah juga dianya dalam aku?]



:: merenungkanmu lagi menggugah haruku ::
[Di, emosi 'itu' merupakan bukti bahwa kita adalah manusia,...]